Sabtu, 23 Oktober 2010

Mimpi

Kita harus punya mimpi !
Tapi kita tidak boleh hidup dalam mimpi !
Tetap semangat ! perjuangkan apa mimpimu, raihlah dengan usaha keras dan doa !
Tuhan selalu ada untuk kita yang mau berusaha !

Jumat, 08 Oktober 2010

Filsafat Ilmu


Risalah
FILSAFAT ILMU



                  Nama                  : Intan Aji Purnamawati
 NPM                   : 4108502843
Semester             : II B Regular
                 Progdi                 : Manajemen Perusahaan


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
Jalan Halmahera KM 1 Tegal



Bab I
Pendahuluan
I.      Latar Belakang
    Istilah fisafat memiliki banyak pengertian. Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab ﻓﻟﺴﻒﺓyang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".
    Menurut Socrates, filsafat adalah suatu cara berfikir yang radikal dan menyeluruh atau cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Berfilsafat adalah berfikir radikal atau sampai kepada radiks-nya (akarnya), menyeluruh, dan mendasar. Pernyataan apapun sederhananya tidak diterima begitu saja oleh filsafat tanpa pengujian yang seksama.
    Filsafat mendorong orang untuk memahami apa yang telah diketahui dan apa yang belum diketahui. Dengan demikian dapat dikatakan berfilsafat berarti mengoreksi diri sendiri agar orang itu berani berterus terang mengenai keterbatasan pengetahuannya dan kemampuannya. Berfilsafat berarti pula merendah hati terhadap kesemestaan, menyadari akan kedudukannya ditengah-tengah alam semesta.
    Karakteristik orang yang berfikir filsafat ialah dimilikinya pandangan yang luas kepada gejala alam, dan berasal dari dasar yang sangat bawah. Karena berpandangan luas dan mendasar itulah orang yang berfikir filsafat itu senantiasa menanyakan segala hal keadaan, sehingga selalu membuka bagi spekulasi yang baru. Dengan dasar spekulatif itu maka filsafat itu akan selalu menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Dengan fungsinya yang pionir, filsafat senantiasa mempermasalahkan hal-hal yang pokok. Jika sebuah masalah terjawab, maka muncullah masalah yang lain.
    Itulah paparan ringkas mengenai perbandingan antara filsafat dan ilmu. Filsafat bersifat menyeluruh, mendasar, dan spekulatif. Dengan kata-kata lain : cakupan fisafat hanyalah mengenai hal-hal yang bersifat umum. Hal-hal yang bersifat khusus menjadi kajian ilmu jadi cakupan ilmu memang lebih sempit dari pada cakupan filsafat. Meskipun cakupan ilmu lebih sempit, kajian ilmu adalah lebih mendalam dan lebih tuntas.
    Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
    Ilmu mengalami perkembangan yaitu perkembangan tahapan awal ilmu masih menggunakan norma filsafat sebagai dasarnya, sedangkan metodenya adalah metode normatife dan deduktif. Pada tahap akhir ilmu menggunakan temuan-temuan sebagai dasarnya dan menyatakan dirinya sebagai suatu otonom (mandiri) yang terlepas dari filsafat. Adapun metodenya adalah deduktif dan induktif. 

    II.      Perumusan Masalah
      Dalam makalah yang saya buat menemukan beberapa masalah yang akan dibahas, dalam hal ini yang berkaitan dengan fisafat ilmu antara lain :
      1. Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan.
      2. Sumber ilmu pengetahuan.
      3. Dasar – dasar pengetahuan
      4. Metode ilmiah dan sarana berfikir ilmiah.
      Bab II
      Pembahasan

      I.      Filsafat Sebagai Induk Ilmu Pengetahuan.
        Secara obyektif harus diakui bahwa ilmu pengetahuan manusia terbatas, karena kemampuan manusia terbatas. Disisi lain kemajuan manusia melahirkan masalah-masalah yang semakin komplek sehingga menuntut percepatan ilmu-ilmu yang semakin spesifik dalam satuan yang makin banyak.
        Untuk memberikan gambaran perkembangan ilmu pengetahuan marilah kita jejak kembali induk ilmu pengetahuan dalam ilmu filsafat. Hal tersebut tergambar dari bagian – bagian dari ilmu filsafat yang kemudian telah berkembang menjadi ilmu pengetahuan yang sangat komplek.
        Bagian – bagian filsafat tersebut antara lain :

        1.      Ontologi
          Ontilogi biasanya disamakan dengan metafisika, artinya adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat supra-fisis atau kerangka penjelasan yang menerobos melampaui pemikirn biasa yang memang sangat terbatas atau kurang memadai. Makna lain istilah metafisika adalah ilmu yang menyelidiki hakikat apa yang ada dibalik alam nyata. Jadi, metafisika berarti ilmu fisika. Ontologi pun berarti ilmu hakikat.
          Metafisika, tafsiran yang paling pertama diberikan oleh manusia terhadap alam ini adalah terdapat wujud yang bersifat gaib (supernatural) yang memiliki kuasa lebih dibandingkan dengan alam yang nyata. Paham supernatural ditolak oleh paham naturalisme, materialisme yang merupakan paham berdasarkan naturalisme ini menyatakan bahwa gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan gaib melainkan oleh kekuatan yang terkandung dalam alam itu sendiri, yang dapat dipelajari hingga dapat diketahui. Pada hakikatnya ilmu tidak bisa lepas dari metafisika, namun seberapa kaitannya itu tergantung kita. Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menafsirkan alam ini dengan apa adanya, sehingga kita tidak dapat melepaskan diri dari masalah yang ada di dalamnya.
          Ontologi sebagai istilah filsafat dikembangkan oleh Wolff. Secara entimologi, ontologi berasal dari bahasa yunani, yang berarti ilmu tentang yang ada sebagai data (being qua being), menurut Aristoteles, ontology adalah ilmu tentang intisari sesuatu. Atas dasar pengertian tentang intisari itulah, ontology selanjutnya dijadikan istilah keilmuan di dalam filsafat. Maknanya pun berkembang pula menjadi asas fundamental atau doktrin tentang kategori.

          2.      Epistemologi
            Epistemologi berasal dari bahasa yunani, episteme yang berasal pengetahuan dan logos yang berarti teori. Jadi, dengan istilah itu yang dimaksud adalah penyelidikan. Asal mula pengetahuan atau strukturnya, metodenya dan validitasnya.
            Epistemologi mengkaji tentang hakikat dan wilayah pengetahuan. Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan. Epistemologi menampakan jarak yang asasi antara rasionalisme dan empirisme, meskipun sebenarnya rasionalisme dan empirisme itu dapat saja terjadi pada diri seorang ahli pikir. Dan muncul sebuah perbincangan yang cukup ramai mengenai asal mula pengetahuan. Dengan demikian semakin mengasyikan pula pembahasan mengenai masalah metodologi, masalah jenis-jenis yang prinsip mengenai pengetahuan, dan tentang struktur pengetahuan. 
            Dengan kata lain, permasalahan epistemologi berkisar pada ihwal proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu : bagaimana prosedurnya, apa yang harus diperhatikan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, apakah yang disebut dengan kebenaran dan apa saja kriterianya, serta sarana apa yang membantu orang mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu.

            3.      Aksiologi
              Aksiologi berasal dari bahasa yunani axios yang berarti memiliki harga, mempunyai nilai, dan logos yang bermakna teori atau penalaran. Sebagai suatu istilah, aksiologi mempunyai arti sebagai teori tentang nilai yang diinginkan atau teori tentang nilai yang baik dan dipilih. Teori ini berkembang sejak zaman Plato dalam hubungannya dengan pembahasan mengenai bentuk atau ide ( ide tentang kebaikan ).
              Permasalahan aksiologi meliputi :
              • Sifat nilai
              • Tipe nilai
              • Kriteria nilai
              • Status metafisika nilai
              Sifat nilai atau paras nilai didukung oleh pengertian tentang pemenuhan hasrat, kesenangan, kepuasan, minat, kemauan rasional yang murni, persepsi mental dan segala pengalaman yang menunjang peningkatan nilai atau mutu kehidupan. Dengan kata lain, paras nilai adalah pertalian yang erat antara sesuatu sebagai sarana untuk menuju ketitik akhir atau untuk menuju kepada tercapainya hasil yang sebenarnya.
              Tipe nilai didapat informasi bahwa ada nilai intrinsik dan niloai instrumental. Nilai intrinsik adalah konsumatoris atau yang melekat pada diri sesuatu sebagai bobot martabat diri (prized for their own sake). Nilai instrumental adalah nilai penunjang yang menyebabkan sesuatu memiliki nilai intrinsik.
              Adapun tentang Kriteria nilai dapatlah disampaikan ikhtisar maknanya sebagai berikut : yang dimaksud dengan istilah itu adalah pagu atau patokan untuk menguji kadar nilai berdasarkan teori psikologis dan teori logika. Pagu itu diantaranya menyebutkan bahwa kuantitas kenikmatan individual yang dapat digunakan menjadi kritria nilai. Tetapi ada juga yang menyebutkan bahwa kepuasan masyarakatlah yang dapat dijadikan pagu untuk tolak ukur nilai. Penganut aliran naturalis beranggapan bahwa kelestarian hiduplah yang dapat dijadikan tolak ukur penilaian, sedangkan Dewey dan pengikutnya beranggapan bahwa keseimbanganlah yang dapat dijadikan tolak ukurnya.
              Perihal Status metafisik nilai mempunyai nilai yang penjelasannya adalah sebagai berikut : Apakah pertalian atau hubungan nilai terhadap fakta-fakta sebagai dicari oleh ahli ilmu ilmiah, apakah hubungan das sein terhadap das Sollen, apakah hubungan pemikiran tentang nilai terhadap ketidaktergantungan manusia, itu semua adalah masalah tentang status metafisik nilai dalam rangka aksiologi. Tehadap masalah-masalah tersebut sudah didapat jawabnya, yaitu : status metafisik nilai yang mempunyai hubungan subyektivisme, yang mempunyai hubungan obyektivisme logis, dan obyektivisme metafisik. Demikianlah penjelasan ringkas mengenai makna aksiologi. 

                 II.      Sumber Ilmu Pengetahuan.

                1.      Rasionalisme
                  Baik logika deduktif maupun induktif, dalam proses penalarannya, mempergunakan premis-premis yang  berupa pengetahuan yang dianggapnya benar. Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri kepada rasio dan yang kedua mendasarkan kepada pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan paham apa yang kita kenal dengan rasionalisme. Sedangkan mereka yang mendasarkan diri kepada pengalaman mengembangkan paham yang dinamakan empirisme.

                  2.      Empirisme
                    Berlainan dengan kaum rasionalis maka kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran rasional yang abstrak namun lewat pengalaman yang kongkrit. Gejala-gejala alamiah menurut anggapan kaum empiris adalah bersifat kongkrit dan dapat dinyatakan lewat tangkapan panca indera manusia. Gejala itu kalau kiita telaah lebih lanjut .

                    3.      Intuisi
                      Disamping rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan pengetahuan yang lain. Yang penting untuk kita ketahui adalah intuisi dan wahyu. Sampai sejauh ini, pengetahuan yang didapatkan secara rasional maupun empiris, keduanya merupakan produk dari sebuah rangkaian penalaran. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Tanpa melalui proses berfikir yang berliku-liku tiba-tiba saja dia sudah sampai disitu. Jawaban atas permasalahan yang sedang dipikirkannya muncul dibenaknya bagaikan kebenaran yang membukakan pintu. Atau bisa juga, intuisi ini bekerja dalam keadaan yang sepenuhnya tidak sadar, artinya jawaban atas suatu permasalahan ditemukan tidak pada waktu orang tersebut secara sadar sedang mengelutnya.

                      4.      Wahyu
                        Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang diutus-Nya sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat transcendental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di akhirat nanti. Pengetahuan ini didasarkan kepada kepercayaan akan hal-hal yang gaib (supernatural). Kepercayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai perantara dan kepercayaan terhadap wahyu sebagai cara penyampaian, merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini. Kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama. Suatu pernyataan harus dipercaya dulu untuk dapat diterima. Pernyataan ini bisa saja selanjutnya dikaji dengan metode yang lain. Secara rasional bisa dikaji umpamanya apakah perntaan-pernyataan yang terkandung didalamnya bersifat konsisten atau tidak. Singkatnya agama dimulai dengan rasa percaya, dan lewat pengkajian selanjutnya kepercayaan itu bisa meningkat atau menurun. Pengetahuan lain, seperti ilmu umpamanya, bertitik tolak sebaliknya. Ilmu dimulai dengan rasa tidak percaya, dan setelah melalui proses pengkajian ilmiah, kita bisa diyakinkan atau tetap pada pendirian semula.

                         III.      Dasar – Dasar Pengetahuan 
                        1.      Penalaran
                            Penalaran  merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapat melalui kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan. Penalaran mempunyai ciri, yaitu: merupakan suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu dan sifat analitik dari proses berpikirnya, menyandarkan diri pada suatu analisis dan kerangka berpikir yang digunakan untuk analisis tersebut aalah logika penalaran yang bersangkutan, artinya kegiatan berpikir
                            analisis adalah berdasarkan langkah-langka tertentu. Tidak semua kegiatan berpikir mendasarkan pada penalaran seperti perasaan dan intuisi.
                            Ditinjau dari hakikat usahanya, maka dalam rangka menemukan kebenaran, kita dapat bedakan jenis pengetahuan. Pertama, pengetahuan yang didapatkan melalui usaha aktif dari manusia untuk menemukan kebenaran, baik secara nalar maupun lewat kegiatan lain seperti perasaan dan intusi. Kedua, pengetahuan yang didapat tidak dari kegiatan aktif menusia melainkan ditawarkan atau diberikan seperti ajaran agama. Untuk melakukan kagiatan analisis maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan materi pengetahuan yang berasal dari sumber kebenaran yaitu dari rasio (paham rasionalisme) dan fakta (paham empirisme). Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan penalaran deduktif (terkait dengan rasionalisme) dan induktif (terkait dengan empirisme).


                            2.      Logika
                              Penalaran merupakan proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan dari penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara tertentu. Penarikan kesimpulan dianggap benar jika penarikan kseimpulan dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut dengan logika. 

                              3.      Sumber Pengetahuan
                                Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. pertama,  mendasarkan diri pada rasional dan mendasarkan diri pada fakta. Disamping itu adanya intuisi dan wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses penalaran tertentu, seperti ”orang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba menemukan jawabannya.

                                4.      Kriteria Kebenaran
                                  Teori korespondensi : benar jika meteri pengetahuan yang terkandung di pernyataan berhubungan dengan objek yang dituju dalam pernyataan. Teori pragmatis : kebenaran diukur dari kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. 


                                   IV.      Metode Ilmiah dan Sarana Berfikir Ilmiah 

                                  1.      Metode Ilmiah
                                      Metode Ilmiah, merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu didapat dari metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat tertentu. Syarat yang harus dipenuhi agar pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerjanya pikiran, sehingga pengetahuan yang dihasilkan mempunyai karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusun merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini metode ilmiah mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya. Proses kegiatan ilmiah menurut Ritchie Calder dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Sehingga, karena masalah ini berasal dari dunia empiris, maka proses berpikir tersebut diarahkan pada pengamatan objek yang bersangkutan yang bereksistensi dalam dunia empiris pula. Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawaban pada dunia yang nyata pula. Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta pula, apapun juga teori yang menjembataninya (Einstein). Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Adapun tahapan dalam kegiatan ilmiah, yaitu: perumusan masalah, penyusunan kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis dan merumuskan hipotesis, penarikan kesimpulan.

                                      2.      Sarana Berfikir Ilmiah
                                        Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah demham baik, maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, matematika dam statistika. 

                                        a.      Bahasa
                                          Keunikan manusia sebenarnya bukan terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuan berbahasanya. Tanpa bahasa maka kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dilakukan, tanpa kemampuan berbahasa manusia tidak mungkin mengembangkan kebudayaannya, selanjutnya tidak dapat mengkomunikasikan pengetahuan kepada orang lain. Jika kita berbicara maka hakikat informasi yang kita sampaikan mengandung unsur emotif, demikian jika kita menyampaikan perasaan maka ekspresi itu mengandung unsur informatif. Bahasa mengkomunikasikan tiga  hal yakni buah pikiran, perasaan dan sikap. 

                                          b.      Matematika
                                            Merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang kita sampaikan, lambang dari matematika bersifat artifisialis, mempunyai arti jika diberikan sebuah makna kepadanya. Matematika bersifat kuantitatif dan sebagai sarana berpikir deduktif.
                                            Matematika sangat penting bagi keilmuan, terutama dalam peran yang dimainkannya dalam mengekspresikan model ilmiah. Mengamati dan mengumpulkan hasil-hasil pengukuran, sebagaimana membuat hipotesis dan dugaan, pasti membutuhkan model dan eksploitasi matematis. Cabang matematika yang sering dipakai dalam keilmuan di antaranya kalkulus dan statistika, meskipun sebenarnya semua cabang matematika mempunyai penerapannya, bahkan bidang "murni" seperti teori bilangan dan topologi.
                                            Beberapa orang pemikir memandang matematikawan sebagai ilmuwan, dengan anggapan bahwa pembuktian-pembuktian matematis setara dengan percobaan. Sebagian yang lainnya tidak menganggap matematika sebagai ilmu, sebab tidak memerlukan uji-uji eksperimental pada teori dan hipotesisnya. Namun, dibalik kedua anggapan itu, kenyataan pentingnya matematika sebagai alat yang sangat berguna untuk menggambarkan/menjelaskan alam semesta telah menjadi isu utama bagi filsafat matematika.
                                            Lihat Eugene Wigner, The Unreasonable Effectiveness of Mathematics
                                            Richard Feynman berkata, "Matematika itu tidak nyata, tapi terasa nyata. Di manakah tempatnya berada?", sedangkan Bertrand Russell sangat senang mendefinisikan matematika sebagai "subjek yang kita tidak pernah tahu apa yang sedang kita bicarakan, dan kita tidak tahu pula kebenarannya." 

                                            c.       Statistika
                                              Berbeda dengan pendidikan matematika, yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir deduktif, pendidikan statistika dikaitkan dengan kegiatan berpikir induktif. Berpikir induktif merupakan proses penarikan kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual.
                                              Dalam kegiatan ilmiah, maka hipotesis yang diturunkan dari kerangka berpikir secara teoritis harus diuji secara empiris. Proses pengujian ini pada hakekatnya merupakan pengumpulan data untuk menyimpulkan apakah hipotesis yang diturunkan secara teoritis tersebut didukung atau ditolak secara empiris.
                                              Statistika merupakan sarana berpikir secara induktif. Statistika memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum mengenai suatu populasi yang besar hanya dari sebagian kecil populasi yang disebut contoh atau sample. Sebagai contoh, kalau kita ingin menyimpulkan bahwa tingginya kematian bayi disuatu daerah tertentu adalah sebagai akibat kekurangan gizi, maka kita harus mengumpulkan data dari semua bayi yang meninggal dari daerah itu. Hal tersebut diatas tentulah akan membutuhkan waktu yang lama, tenaga yang banyak, dan biaya yang besar. Untuk mengatasi hal tersebut diatas, maka dengan menggunakan statistika, kita akan bisa menarik kesimpulan umum tentang penyebab kematian bayi disuatu daerah tertentu, hanya dari sekelompok kecil bayi yang meninggal didaerah tersebut.
                                              Selain hal tersebut diatas, statistika yang didasarkan pada teori peluang akan memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah hubungan kausalitas antara factor X dan factor Y, misalnya factor kekurangan gizi dan factor kematian bayi tersebut, hanya bersifat kebetulan saja atau betul-betul terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris.






                                              Bab III
                                              Penutup

                                              I.      Kesimpulan
                                                Ilmu merupakan pengetahuan yang digumuli sejak di bangku sekolah sampai pada pendidikan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri kita sendiri; Apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu? Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar?
                                                Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi sudut pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya, misalnya Dia ingin tahu kaitan ilmu dengan moral. Selain itu membongkar tempat berpijak secara fundamental, inilah karakteristik yang kedua dari berpikir filsafat yaitu mendasar.
                                                Apakah yang sebenarnya ditelaah filsafat? Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka dia menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia, mempersoalkan hal-hal yang pokok; terjawab masalah yang satu, diapun mulai merambah pertanyaan lainnya. Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut dengan salah (logika) mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika) dan apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang ini kemudian berkembang luas hingga saat ini yang melahirkan berbagai cabang kajian filsafat yang kita jumpai seperti filsafat politik, pendidikan dan agama.
                                                Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti; Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap indera manusia yang membuahkan pengetahuan?.

                                                Untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dari pengetahuan yang lain, maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah: Apa yang dikaji oleh pengetahuan itu (ontologi)? Bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan tersebut (epistemologi)? Serta untuk apa pengetahuan termaksud dipergunakan (aksiologi)? Dengan mengetahui ketiga pertanyaan itu maka dengan mudah kita dapat membedakan berbagai jenis pengetahuan yang terdapat dalam khasanah kehidupan manusia.
                                                II.      Saran
                                                  Berdasarkan dari sebuah kesimpulan berfilsafatlah tentang ilmu. Salah satu cara untuk membedakan antara ilmu dan bukan ilmu adalah konsep fasibilitas. Prinsip dasar konsep ini untuk membantah atau menguji teori tersebut. Misalnya dengan mendefinisikan atau fenomena apa yang tidak mungkin terjadi jika memang pernyataan ilmiah tersebut benar.hipotesa ilmiah dikembangkan dan diuji dengan metode empiris, melalui berbagai pengamatan dan eksperimen.setelah pengamatan ini selalu dilakukan dengan berulang-ulang dan mendapatkan hasil yang konsisten hasil ini dianggap sebagai bukti yang dapat mengembangkan teori-teori yang bertujuan menjelaskan tentang filsafat
                                                  Cobalah menggali lebih dalam dan mempelajari tentang filsafat ilmu pengetahuan maka kita akan selaras dan mampu menelaah segala masalah yang mungkin dipikirkan oleh banyak manusia.mempersoalkan hal-hal yang pokok terjawab masalah yang satu maka diapun akan merambah ke permasalahan berikutnya.







                                                  Daftar Pustaka

                                                  Kasmadi, Hartono dkk. 1995. Filsafat Ilmu. Semarang : IKIP Semarang Press.

                                                  Pramono, Drs.R. 1985. Mengenali Unsur-unsur Filsafat Indonesia. Yogyakarta : Andi Offset.

                                                  Pranjoto, Setjoatmodjo. 1988. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta : PPLPTK Depdikbud.

                                                  www.google.com // Filsafat Ilmu

                                                  Pelatihan Mambangun Kecerdasan Holistik (PMKH). Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Direktorat Kelembagaan.

                                                  Marah ... ^_^

                                                  Siapapun bisa marah

                                                  marah itu mudah

                                                  tetapi ...

                                                  Marah pada orang yang tepat

                                                  dengan kadar yang sesuai

                                                  pada waktu yang tepat

                                                  demi tUjuan yang benar dan dengan cara yang baik.

                                                  Bukanlah Hal yang mudah.
                                                  (Aristotelles)

                                                  Pesan Untuk Kawan

                                                  Kesombongan akan membunuh diri sendiri,
                                                  Harta cUma Titipan !
                                                  Ketika qT habis masa kontrak qT d Dunia, maka yG d pertanyakan bukanlah seberapa Kekayaan yG qT miLiki, naMun pertanggung jawaban qT terhadap Sang Pencipta semasa qT Hidup.